Thursday, August 25, 2016

Merubah Mindset Keduniawian


Buku ini,saya dapatkan dari program pertukaran buku dari seorang teman di facebook. Program yang tujuannya untuk menggalakkan  minat baca masyarakat Indonesia ini, sempat menjadi dilema bagi sebagian netizen. Ada yang bilang program ini gak lebih dari sebuah riba, mirip MLM. Gimana enggak, ngirim 1 buku dapat 36 buku. Itupun kalau ada teman yang berminat dan share status kita tentang program pertukaran buku, kalau tak satupun ada yang berminat,..ya gak dapat apa apa.

Ketika saya share postingan tersebutpun hanya ada satu teman yang berminat. Dan beberapa yang komen negatif..😀. So, meluruskan dan mempersilakan agar mereka yang tak berkenan, bisa mengabaikan postingan tersebut, saya rasa adalah hal terbaik yang bisa saya lakukan. Nothing to lose laah. Jujur, saya tak mengharap mendapatkan buku, niatnya just share aja, gak lebih.
Ketika satu kebaikan kita lakukan, percayalah Tuhan tak pernah diam untuk membuatmu menjadi manusia yang selalu ingin memperbaiki diri. Buku ini, dikirimNya untukku...Masya Allah. Nikmat Tuhan mana yang kau dustakan?

Ketika saya tak mengharapkan, penerima buku dari saya yaitu mbak Innuri dari Malang, berniat mengirim buku karya pengalaman pribadinya. Yaitu, menciptakan keajaiban finansial. Sekilas saya agak bingung antara judul dan cover buku tersebut. Pada umumnya buku berjudul finansial pasti bercover deretan angka. Tapi buku yang ini berbeda. 

Lalu, lembar demi lembar saya baca. Pengalaman penulis membuat saya terhenyak. Keterpurukan finansial bagi sebagian orang akan membuat hidupnya ada pada titik nol rasa putus asa. Tapi tak berlaku bagi penulis. Bangkit dari keterpurukan dengan mempercayai satu hal, ada Allah sang maha segalanya. Yang akan mengatasi semua masalah manusia. Karena tak ada satupun di dunia ini yang luput dari skenarioNya.

Bab demi bab keajaiban finansial, membuka mata, hati dan pikiran saya. Betapa selama ini saya banyak kesalahan dalam berpola pikir. Memikirkan satu belum usai, datang lagi masalah lain tanpa jeda. Terkadang, menghujat sang pencipta menjadi hal paling mudah untuk dilakukan. Alih alih tak mampu keluar dari kerumitan hidup dan permasalahannya. Hati dan pikiran menjadi teras terkurung. Di situ situ saja, stagnan. Akhirnya hanya keluhan dami keluhan yang terlontar. 
Menjadi manusia yang kufur nikmat, enggan berbagi karena merasa akan rugi.

Buku ini mengajarkan kita untuk melepas dan menyerahkan semua masalah hanya pada Allah. 
Karena Dialah satu satunya tempat berharap dan meminta pertolongan. Mengajak kita untuk pandai mensyukuri nikmtNya dengan berbagi kepada sesama. Tanpa berhitung untung rugi. Percaya, bahwa Allah akan menggandakan tiap kebaikan yang sudah kita lakukan. Manusia seringkali mengatakan percaya akan adanya Allah, tapi seringkali pula lebih mempercayai manusia ketika datang masalah atau musibah. Bukan pada Allah pemegang segala urusan.

Penulis tak menggurui pembaca, hanya berbagi kisah nyata, memetik hikmah lalu kembali mendekat padaNya.
Saya jadi semakin menyadari, apa yang telah saya lalui dalam perjalanan hidup ini, hanya kemalangan kecil yang terdamatisir. Betapa banyak yang lebih tak beruntung dari saya dan keluarga. Menjadi lebih sering menyebut namaNya dalam tiap helaan nafas dan lebih peduli pada sesama adalah cara untuk memperbaiki hubungan dengan Allah. Agar Allahpun, berkenan memperbaiki manusia semacam saya juga finansial saya.

Fabbiayyi alaa irobbikumatukadzibaan.
Nikmat Tuhanmu mana yang kau dustakan?

Tuesday, August 9, 2016

Geliat Uang Rakyat





Geliat uang rakyat ada di sini, pasar krempyeng yang hanya buka di sore hari. Iseng aja sore ini mengamati mereka, bagaimana mulai mengkais rejeki. Membuka lapak di sore hari kala matahari masih menyengat kulit. Bagaimana tidak, sore hari matahari dari arah barat begitu menantang semangat para penjual yang posisi lapaknya menghadap timur. Walhasil, kebanyakan mereka menamengi diri dengan tenda biru.

Mari kutunjukkan satu persatu, lapak penjual di pasar depan warkopku.
Pasar ini terletak di jl Raya Sungon, Suko Sidoarjo. Meski awal mulanya hanya segelintir orang yang menjadi pelopor, namun sekarang sudah makin banyak saja pedagang yang berjualan. Aneka macam jualannya. Dari ujung utara, lapak pedagang kuliner. Ada nasi goreng, tahu tek, lontong mie, bakso, sate bakso, sampai sandal jepit. Xixixix...ora nyambung aturan penataannya. Tapi yo rapopolah, ini ibaratnya lahan sedekah sementara. Karena pemilik jalan adalah pihak developr perumahan di depannya.



Saya memakai istilah itu bukan tanpa sebab. Karena pihak developer sama sekali tidak ikut campur dalam penataan, keamanan, dan kebersihannya. Apalagi retribusinya. Semua diserahkan pada pihak wakil dari masyarakat di dusun ini. Ibaratnya, idep idep membantu roda perekonomian pedagang yang mayoritas warga dusun Sungon.

Lanjut...
Tepat di depan warkopku ada buuuuur cang ijooo. Yups..bubur kacang ijo. Rasanya gak beda jauh sama bubur kacang ijo yang lain. Pernah nyoba, tapi kayaknya lidahku kurang suka. Emmm...kurang legit keknya. Sebelah kanan burcangjo, ada penjual minuman, mulai dari kopi sampai es pop..pop..deelel. Hanya bermodal meja kecil dan etalase kecil yang jual selalu bawa anak kecil dan suami yang badannya jauh lebih kecil dari istrinya...ok fine abaikan. ..wkwkwk. Tapi jangan salah, biar semuanya kecil tapi rejekinya gede lhoo, laris manis. Kenapaaa..? Karena jualnya tepat di sebelah Odong Odong. Yang berkerumun jelas anak anak balita bersama ayah ibunya. Odong odongnya berupa 1 gerbong kereta api. Muter aja dengan lampu warna warni kerlap kerlip. Anak kecil yang liat pasti matanya berbinar dan suaranya kenceng minta naik odong odong. Masa kecil sayahh ..kagak ada macam tuh..:(

Lapak urutan kesekian after odong odong adalah tukang ayam dan sayur. Kalau menjelang orang pulang kerja, nih lapak rame banget. Tentu saja begitu, karena kualitas daging ayamnya, sangat bagus, sayur sayuran juga masih fresh from the garden. Ikan, tahu tempe dan perbumbuan lengkap di sini. Soal harga, gak usah khawatir. Masih sesuai dengan harga index saham. Jadi para emak.yang selama dalam pulang kerja mikir besok mau masak apa, sila ke sini aja. Banyak pilihan, mo ikan lele siap goreng, ayam siap masak dan siap saji. Semua ayak di diek kata urang Sunda, mah.

Naah, sebelah lapak sayur ada penjual daleman. Iyaa..barang daleman, trus di sebelah kanannya balik ke kuliner. Soto daging Madura, es degan, es oyen sampai bakso is the food of my country. Tak ketinggalan desertnya roti Bandung dan buah.

Pokoknya di sini segala macam ada. One stop shopping dah. Lumayan cepat perputaran duitnya. Akses jalan yang bagus dan dua arah. Ke arah selatan banyak perumahan baru. Arah ke utara menuju kota. Jadi kaum urban yang sepulang kerja dan.melewati jalan ini, dipastikan berhenti sejenak untuk belanja dan beristirahat menikmati kuliner.

Geliat uang di sini bisa dibilang cepat, meskipun tak jarang terkena imbas pergolakan ekonomi. Naik turunnya harga sembako dan pangan lainnya berefek pada turunnya pembeli atau konsumen. Merekalah pedagang kecil yang tak patah arang. Tetap gigih mengkais rejeki, karena bagi mereka rejeki tak tergantung pada kebijakan pemerintah yang berjilid jilid, namun Allahlah yang maha pemberi rejeki dan sang pengatur.

Tak mudah bagi penjual lapak, di manapun mereka menjajakan dagangannya. Sekarang jualannya laku keras, esok belum tentu. Tak jarang pula, mereka harus terbelit rentenir untuk bertahan hidup. Jangan salah, para pemilik modal menengah ke bawah, bisa bergerilya pula di pasar krempyeng seperti ini di seluruh negeri ini. Mengiming imingi pinjaman tanpa agunan dengan bunga yang kalau dihitung hitung tak lebih baik dari pinjaman seorang rentenir. Memang mudah prosesnya, saling percaya adalah landasannya. Dan tentu saja, keikhlasan bagi peminjamannya. Iya,  ikhlas untuk membayar bunga yang makin beranak pinak jika mereka terlambat membayar pinjaman.
Apalagi sistim pembayarannya adalah harian, atau setiap hari harus setor hasil penjualan, bila tak bisa hari ini, esok hari mereka harus membayar dobel...kebayang beratnya meminjam dana di sektor semacam ini.

Koperasi sebagai wadah perekonomian kecil, seharusaya bisa lebih digalakkan lagi. Karena geliat perekonomian rakyat kecilah roda perekonomian negara ini mampu bertahan hingga saat ini.
Tanpa mereka perputaran uang di tingkat atas akan tersendat. Mari galakkan lagi koperasi.







Tuesday, August 2, 2016

Foto Lama Semangat Baru

Entah kenapa, hari ini pingin liat foto foto jadul. Bukan karena ogah mufon. Toh sebenarnya mufon sudah dilakukan beberapa tahun lalu. Dari sekian banyak foto yang sudah ter"scan" dan ter"save" di folder hape. Mata lebih lama mencermati foto pas jaman mantenan dulu. Mencermati tata rias akad nikah, gaya tatanan sanggul ala kanjeng mami. Kebaya anggun berwarna putih tulang, makin merampingkan tubuh yang dulu sudah kurus banget. Alis yang melengkung bak bulan sabit, seakan kontras dengan wajah ala cina. Dan lihatlah polesan lipstik yang menghias bibir. Mirip kanibal habis makan ayam segar. Secara keseluruhan sih nampak fine fine aja. (Untuk ukuran kala itu).

Lalu mata melirik pada foto sosok lelaki di sebelah yang tengah memakai jas. Tubuhnya terlihat lebih kurus. Cukup tampan dengan alis tebalnya. Wajah khas lelaki Banjar, putih bersih.
Wajah itu membuat hati tiba tiba berkecamuk. Mengingat badai yang tiba tiba nengempaskan perahu kecil. Dan karam diterjang ombak lautan. Berjuta kalimat pengandaian bemunculan di kepala. Bergulir tetesan kristal di wajah tua nan keriput. Menderu kalimat istighfar di ujung bibir yang penuh sampai di singgasana ArsyNya.

Jemari itu bergetar, folder itu harus segera ditutup. Berdiri tegak, menrik nafas positif. Lembaran telah berganti judul dan kisah. Meski hidup indah belum berbaik hati berpihak pada sisi yang diinginkan. Semangat dalam diri harus tetap dicanangkan. Ada nama dan wajah baru yang harus dipikirkan. Ada sosok hasi biologis yang harus dihantarkan menuju impian.