Siang itu, seusai menunaikan sholat dhuhur di mushola dekat warkop. Aku berpapasan dengan anak lelaki kecil yang kutahu dia masih berusia sekitar tujuh tahun. Kulihat di atas sepedanya, dia sedang menghisap rokok. Terlihat begitu menikmati tiap hisapannya. Tentu aku terhenyak dengan pemandangan di depanku, dan otomatis berhenti memandangnya. Lalu sejenak kulayangkan pandang mataku ke sekitar tempat aku berdiri, sepi. Kebetulan aku mengenal orang tuanya. Aku berharap, berpapasan dengan ibu si bocah lelaki yang duduk di atas jok sepedanya, dengan wajah tak kalah terkejutnya denganku. Tapi tak kutemukan wajah ibu, kakak bahkan eyang putrinya. Akhirnya, dari bibirku hanya mampu berucap "Kok masih kecil kamu sudah merokok?". Dan si bocah , kencang mengkayuh sepedanya segera pergi berlalu dari hadapanku.
Kulanjutkan kaki menuju warkop, sepanjang hari aku terus kepikiran. Dia memang bukan anakku, bukan pula anak dari keluargaku. Tapi sebagai sesama muslim, bukankah kami bersaudara. Bocah itu terlalu dini untuk menikmati nikotin. Sudah berapa lamakah dia menjadi perokok?. Ke manakah kedua orang tuanya selama ini, hingga sang anak sembunyi sembunyi bermain rokok dan api. Siang hari mungkin si ibu sedang lelap tidur siang sambil ngelonin adik si bocah. Untuk mengurus empat orang anaknya memang bukanlah pekerjaan mudah. Meskipun telah dibantu oleh ke dua orang tua. Intinya bukan sekedar mengurus masalah makan, cuci dan antar anak sekolah. Namun pengawasan moral dan pergaulan anak, tetaplah menjadi yang utama. Dan ini, bukanlah masalah yang mudah bagi kita sebagai ortu di jaman sekarang.
Kupertimbangkan untuk memberitahujkan hal yang mengganggu pikiranku tentang bocah perokok itu kepada ibunya. Termasuk segala konsekwensinya. Keputusanku telah bulat, untuk mengajak bicara dari hati ke hati dengan ibunya. Paling tidak daripada terus menerus kepikiran dan anaknya menjadi perokok di usia dini. Merujuk pada surat At Taubah : 71, agar kita sebagai manusia dan seorang muslim hendaknya saling nasehat menasehati untuk kebaikan. Saling menolong dan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.
Apalagi untuk urusan kebaikan yang berada di depan mata.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S. At Taubah: 71 )