Hampir satu minggu ini, timeline di facebook ramai memperbincangkan kasus pencubitan oleh seorang guru terhadap muridnya. Berawal dari siswa laki laki yang melaporkan pencubitan itu kepada orang tuanya, berlanjut pada pelaporan orang tua korban (siswa) kepada polisi. Endingnya, guru siswa di salah satu sekolah swasta di daerah Sidoarjo tersebut harus mengikuti jalannya persidangan dengan ancaman mendapatkan hukuman menginap di hotel prodeo. Kasus yang ramai, dibahas di mana mana. Ada yang pro dan ada yang kontra. Yang pro pada guru, pastilah membully siswa tersebut, demikian juga sebaliknya. Namun tentu saja, siswa yang terkena cubitan dan melaporkan pada orang tuanyalah yang paling banyak mendapatkan bully dari para netizen. Bagaimana tidak, hanya karena sebuah cubitan, seorang guru yang hendak menegakkan kediplinan pada siswanya, berujung pada hukuman pidana.
Tentu terdengar tragis.
Sebagai orang tua, tentu saya sendiri tak menyetujui dengan apa yang dilakukan oleh seorang guru dalam memberikan hukuman dengan menyakiti secara fisik maupun non fisik kepada muridnya. Namun, saya menggaris bawahi untuk pengecualian dalam kasus tertentu. Kalau hanya sebatas cubitan dan tak sampai berdarah darah sih tak apalah, apalagi kalau memang hukuman cubitan itu diberikan karena kenakalan anak kita sendiri, Dulu, saya juga mengalami masa masa kenakalan remaja di sekolah. Bercanda dengan teman di waktu jam pelajaran, akhirnya mendapatkan lemparan penghapus yang penuh dengan debu kapur. Meyebabkan mata saya perih hampir seharian. Ketika di sekolah dasarpun, beberapa kali mendapatkan cubitan. Dikarenakan saya mendapatkan nilai jelek sewaktu ulangan harian. Guru SD saya sudah mengatakan sebelumnya, siapa yang mendapatkan nilai dibawah angka 6 akan mendapatkan hukuman cubitan.
Mungkin, pengumuman itu mempunyai tujuan agar semua murid menjadi semangat belajar dan mendapatkan nilai yang memuaskan. Jangan ditanya gimana rasanya cubitan itu. Waktu itu, bu guru saya mencubitnya pas di dada bagian kiri, kulit arinnya sampai hampir mengelupas dan terlihat ada sedikit darah yang keluar. Mungkin saking kurusnya badan saya kali ya. Belum lagi pengalaman hukuman yang diberikan oleh guru mengaji sewaktu kecil. Salah membaca satu huruf dengan tidak tepat tartilnya sampai 3x, tuh penggaris panjang akan melayang di tangan. Sadis?, dulu menurut saya iya, tapi setelah dewasa. Sering senyum sendiri mengenangnya. Jadi manis terasa.