Thursday, June 30, 2016

Counseling Revolution, Mengubah Masalah Menjadi Anugerah

Judul buku : Counseling Revolution
Penulis.      : Afron Shoji
Penerbit.    : Shoji Media Sakti
                      Pekalongan
                      @2105
                      222 halaman

Sekilas tentang penulis :

Afron Shoji, lahir di Pekalongan Jawa Tengah. Memulai debutnya sebagai seorang konselor saat usianya 17 tahun. Berawal dari sering dijadikan tempat curhat teman teman sekolahnya. Guru sejatinya adalah kehidupan itu sendiri. Dan saat ini tengah mengambil perkuliahan Bimbingan Konseling Islam. Jadi, jam terbang dan luasnya pergaulan yang membuat penulis begitu matang dan lugas dalam menyampaikan knowledge tentang counseling dan problem sholving.
Sekilas tentang isi buku :

Buku ini menyajikan dan mengajarkan pada kita, bagaimana menjadi seorang konselor pada diri sendiri dan pada orang di sekitar kita. Kepada saudara, teman, dan sahabat.
Sebuah kepastian bahwa setiap manusia pasti punya masalah. Tak peduli seberapa besar kadar masalah yang dimiliki oleh seseorang. Dalam kondisi seperti ini, sudah pasti pula, kita membutuhkan orang lain sebagai pendengar yang baik juga sebagai penggagas sebuah solusi.

Saturday, June 18, 2016

Kisah Kehebatan Cinta Rasulullah, Nabi Muhammad SAW Kepada Umatnya

https://goo.gl/wghScS




Almarhumah ibuku, adalah seorang ibu yang memiliki kebiasaan mengantarkan anak anaknya sebelum tidur dengan sebuah dongeng. Tak hanya sekedar kisah kancil mencuri metimun dongeng khas anak kecil di jamanku dulu. Namun Kisah yang cenderung anti mainstreampun didongengkan. Misalnya saja, kisah nyi Roro kidul yang melegenda itu. Kebiasaan ibu, menurun padaku. Tentu saja beda generasi beda pula kisah kisah yang didongengkan. Anak sekarang makin kritis, disela mendongeng pasti ada saja celah untuk menyela kisah. Menjawabnya memerlukan energi yang cukup. Tak boleh hanya sekedar agar mereka diam tak bersuara untuk menjawabnya.

Suatu malam, 3 bulan sebelum ibu berpulang kembali pada Allah swt, sewaktu aku berkunjung ke rumahnya bersama ke dua anakku, beliau memanggilku. Menuju ke kamarnya dibuntuti kedua anakku.
"Ibu memanggilku?" tanyaku sambil mendekatinya di pembaringan. Tubuhnya makin kurus dan tulang punggungnya makin bengkok akibat osteoporosis yang makin menggerogoti tiap jengkal tulangnya. Kedua anak anakku tanpa dikomando, sudah naik ke ranjang ibu. Berebut memainkan radioa transistor kesayangan ibu.

"Iya Nak, tolong kamu pijiti kaki dan punggung ibu ya.   Ora lapo lapo awak kok yo pegel kabeh rasane"Keluh ibu.
"Boleh, tapi ada bayarannya" Godaku
"Bayarane nanti saja, kalau uang pensiun Alm. bapakmu sudah keluar" Jawab ibu.
Aku tertawa, "Bayarannya ibu ndongeng aja buat aku sama 2 cucu ibu tuh" kataku sambil melirik ke ke dua anakku yang lagi berebut radio ibu.
"Kamu ini kayak cah cilik aja, sek minta didongengi. Ya wes sini pijitin kaki ibu. Tak ndongengin cucuku sekalian". Dan ke dua anakku langsung bersorak , duduk manis mendekati mbah putrinya.

Wednesday, June 8, 2016

Keterbatasan Mental Tak Mengurangi Kekuatan Iman

Badek, lahir dan besar di dusun ini, usianya hampir setengah abad.  Dusunnya  memiliki 5 musholla dan  5 masjid. Diluar profesinya sebagai polisi cepek, waktunya dihabiskan untuk membersihkan  musholla , sesekali menyapu dan mengepel lantai masjid juga. Dia belum menikah, mungkin karena memiliki keterbelakangan mental, artikulasi bicaranya tak jelas, sering bicara sendiri, dan kadang berseragam bak polisi. Di pingganya tersarung sebuah pistol tak berpeluru.  Berkalung tasbih. Terlihat aneh memang. Tapi di dusun ini banyak  lelaki yang belum menikah meski usia sudah  lebih dari kepala tiga. Jadi, Badek tak sendiri melajang.

Badek hidup diantara para lelaki yang memiliki hobi menenggak miras dan judi, seringkali diajak temannya, Badek selalu menolak. Tak tergoda. Memilih bekerja dari pagi hingga petang, dengan penghasilan hampir 30 ribu. Bila ngopi bersama lelaki dusunnya, seringkali dia jadi bahan guyonan. Kadang saat mencoba untuk mengobrol. Tak satupun yang mendengarkan. 
Namun Badek istimewa, dia tak pernah absen sholat berjamaah. Puasa ramadhanpun selalu full., menginfakkan hasil jerih payahnya di kotak amal, atau sekedar membeli pembersih lantai dan sapu untuk musholla. Sebagian diberikannya pada sang emak tercinta.

Pelajaran yang dapat dipetik adalah, keimanan seseorang tak tergantung dari normal atau memiliki keterbatasan fisik dan mental. Niat untuk ibadah dan bersedekah tak harus melihat berapa penghasilan kita. Semua tergantung pada keimanan dan niat kita.

(209 kata)



https://theordinarytrainer.wordpress.com/2016/06/01/lomba-menulis-1001-kisah-masjid/
 

Saturday, June 4, 2016

Evelyn korban terkikisnya rasa peduli




Sabtu, 4 Juni 2016 hampir semua headline media elektronik maupun media cetak menurunkan berita penculikan Evelyn gadis berusia 8 tahun. Kasus ini terjadi di Tangerang, di depan sebuah mall dan sempat terkam oleh CCTV.

Saat kejadian drama penculikan ini, ada warga yang tengah melintas dan menyaksikannya. Ibunda evelyn sempat melawan para penculik dengan berteriak minta tolong. Perlawanan tidak seimbang karena pelaku diduga lebih dari 3 orang. Namun, hal tersebut tak menjadikan warga menolong ibu dan anak tersebut. Hingga akhirnya evelyn berhasil dibawa kabur oleh penculik. Sampai berita ini diturunkan, polisi belum berhasil menangkap pelaku dan menemukan di mana evelyn sekarang berada.

Terlepas dari apapun motif dibalik penculikan tersebut. Yang perlu dicermati adala, saat kejadian berlangsung dan di bawah tatapan beberapa warga, namun rak seorangpun dari mereka untuk bergerak menolong ibu dan anak tersebut. Dikarenakan terkikisnya rasa peduli di era sekarang ini.
Ada ketakutan yang mengubah seseorang menjadi rasa ketidakpedulian. Rasa takut menjadi salah satu korban kejahatan gang mereka tak tau menahu urusannya bila akan bertindak menolong orang lain.
 Daripada menjadi korban akibat sok jadi pahlawan kesiangan, dian dan menyaksikan adalah pilihan terbaik bagi beberapa orang saksi sebuah tindakan kejahatan.