Postingan ini merupakan pengalaman pribadi dan pertama kali , saat Aku berobat pada sebuah Rumah sakit umum di kotaku. Sebagai warga negara yang sudah bisa membaca , Aku sangat malu melihat perilaku para pengunjung/pasien di rumah sakit itu. Rumah sakit ini sudah cukup baik dalam mengatur antrian yang berjubel untuk para pasien dari segala kalangan. Baik pemakai Askes. jamsostek, maupun umum. Semua sudah tertata rapi. Nomor urut pengambilan kartupun sudah seperti antrian di Bank modern. Menggunakan alat modern, tinggal pencet dan keluarlah nomor antrian.
Demikian pula ketika Kita sudah masuk di dalam ruangan untuk pembayaran loket, dan di bagian Poli apa Kita akan periksa. Panggilan satu persatu oleh suara merdu secara otomatis akan terdengar. Namun apa yang Aku lihat? semua pasien bergerombol di depan loket untuk mengambil kartu dan melakukan pembayaran. Karena baru pertama kali, tentu saja Aku menunggu hingga no antrianku dipanggil.
Yang membuat Aku heran ,pengunjung yang memiliki no antrian diatasku sudah melenggang ke tiket pembayaran. Penasaran Aku maju ke depan loket yang sudah berjubel dengan para pengunjung. Dan busyeett, yang sudah dilayani adalah no antrian 20, 30,bahkan 50. Lha no antrian 9 ku kapan?. Bukanlah diatas layar nomor antrian yang dipanggil masih no 4?. Dengan berusaha tetap sopan Aku bertanya pada petugas loket.
"Mbak, sebenarnya berguna nggak sih, no antrian yang Saya pegang, kalau tidak buang saja tuh layar yang panggilan antrian pengunjung"
Dan, salah seorang pengunjung dengan santainya menjawab
"Wes gak berguna bu, siapa cepat dia dpat, gak usah ngantri"
Wow!!, Aku sangat takjub dengan jawaban pengunjung tersebut. Sedemikian parahkah penduduk negri ini tak menghargai budaya antri?
Salah seorang teman pernah bercerita saat Dia bersekolah di Australia,bahwa Seorang guru di Australia pernah berkata:
“Kami tidak perlu khawatir jika anak anak Kami tidak pintar dalam ilmu matematika, tapi kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri".
Hmmm...apa maksudnya?
Demikian pula ketika Kita sudah masuk di dalam ruangan untuk pembayaran loket, dan di bagian Poli apa Kita akan periksa. Panggilan satu persatu oleh suara merdu secara otomatis akan terdengar. Namun apa yang Aku lihat? semua pasien bergerombol di depan loket untuk mengambil kartu dan melakukan pembayaran. Karena baru pertama kali, tentu saja Aku menunggu hingga no antrianku dipanggil.
Yang membuat Aku heran ,pengunjung yang memiliki no antrian diatasku sudah melenggang ke tiket pembayaran. Penasaran Aku maju ke depan loket yang sudah berjubel dengan para pengunjung. Dan busyeett, yang sudah dilayani adalah no antrian 20, 30,bahkan 50. Lha no antrian 9 ku kapan?. Bukanlah diatas layar nomor antrian yang dipanggil masih no 4?. Dengan berusaha tetap sopan Aku bertanya pada petugas loket.
"Mbak, sebenarnya berguna nggak sih, no antrian yang Saya pegang, kalau tidak buang saja tuh layar yang panggilan antrian pengunjung"
Dan, salah seorang pengunjung dengan santainya menjawab
"Wes gak berguna bu, siapa cepat dia dpat, gak usah ngantri"
Wow!!, Aku sangat takjub dengan jawaban pengunjung tersebut. Sedemikian parahkah penduduk negri ini tak menghargai budaya antri?
Salah seorang teman pernah bercerita saat Dia bersekolah di Australia,bahwa Seorang guru di Australia pernah berkata:
“Kami tidak perlu khawatir jika anak anak Kami tidak pintar dalam ilmu matematika, tapi kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri".
Hmmm...apa maksudnya?